Tags ghost, ghosts, boo, boos, lame, thumbs down, unhappy, disapprove, disapproval, sassy, sheet, spirit, funny, silly, cute, scary, halloween, spooky, white, black, vector, nope, dumb, obinsun, hydro, horror, boo ghost, ghost boo, undead, dead, spooky season
Eling itu sadar sebagai fungsi tertinggi dari angan2,dimana bayangan maya sudah mulai tersingkirkan layaknya embun yg dibias sinar mentari pagi………. Pada tahun 1980an, TVRI pada acara mimbar kepercayaan terhadap Tuhan YME. Pembicaranya sering menyebut kata ELING sehingga banyak yang menyebut nama beliau pak Eling, karena sering banget menyebut kata eling… hehehehehe ELING & WASPADA !!!!!!! Dua buah kata yang berisi pesan-pesan mendalam dan dianggap sakral. Namun tidak setiap orang mengerti secara jelas apa yang dimaksud kedua istilah tersebut. Sebagian yang lain hanya sekedar tahu saja namun kurang memahami makna yang tepat dan tersirat di dalamnya. Perlu kiranya mengulas sedikit uraian agar supaya mudah dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi pada saat bumi sedang bergolak banyak bencana dan musibah seperti saat ini. Keselamatan umat manusia tergantung sejauh mana ia bisa menghayati kedua peringatan tersebut dalam kehidupan sehari. Sikap eling ini meliputi pemahaman asal usul dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. ELING DIMENSI KETUHANAN 1. Eling atau ingat, maksudnya ingat asal usul kita. Dari Tuhan dicipta melalui bapak dan ibu karena kehendak Tuhan sangkaning dumadi. Pemahaman ini mengajak kita untuk menyadari bahwa tak ada cara untuk tidak mengingkari penyebab adanya diri kita saat ini yakni Tuhan God. Jadi orang harus tahu dan sadar diri untuk selalu manembah kepada Hyang Mahakuasa. . 2. Eling maksudnya kita harus menjalani kehidupan didunia ini sebagai syarat utama yang menentukan kemuliaaan kita hidup di alam kelanggengan nantinya, di mana menjadi tempat tujuan kita ada di bumi paraning dumadi. Manembah bukan hanya dalam batas sembah raga, namun lebih utama mempraktekan sikap manembah tersebut dalam pergaulan sehari-hari kehidupan bermasyarakat. ELING DIMENSI KEMANUSIAAN 1. Keutamaan untuk eling sebagai manusia yang hidup bersama dan berdampingan sesama makhluk Tuhan. Instrospeksi atau mawas diri sebagai modal utama dalam pergaulan yang menjunjung tinggi perilaku utama lakutama yakni budi pekerti luhur, atau mulat laku kautamaning bebrayan. Dengan melakukan perenungan diri, eling dari mana dan siapa kita punya, kita menjadi, kita berhasil, kita sukses. Kita tidak boleh “ngilang-ilangke” atau menghilangkan jejak dan tidak menghargai jasa baik orang lain kepada kita. Sebaliknya, eling sangkan paraning dumadi, berarti kita dituntut untuk bisa niteni kabecikaning liyan. Mengerti dan memahami kebaikan orang lain kepada kita. Bukan sebaliknya, selalu menghitung-hitung jasa baik kita kepada orang lain. Jika kita ingat dari mana asal muasal kesuksesan kita saat ini, kita akan selalu termotifasi untuk membalas jasa baik orang lain pernah lakukan. Sebab, hutang budi merupakan hutang paling berat. Jika kita kesulitan membalas budi kepada orang yang sama, balasan itu bisa kita teruskan kepada orang-orang lain. Artinya kita melakukan kebaikan yang sama kepada orang lainnya secara berkesinambungan. 2. Eling bermakna sebagai pedoman tapa ngrame, melakukan kebaikan tanpa pamrih. Tidak hanya itu saja, kebaikan yang pernah kita lakukan seyogyanya dilupakan, dikubur dalam-dalam dari ingatan kita. Dalam pepatah disebutkan,” kebaikan orang lain tulislah di atas batu, dan tulislah di atas tanah kebaikan yang pernah kamu lakukan”. Kebaikan orang lain kepada diri kita “ditulis di atas batu” agar tidak mudah terhapus dari ingatan. Sebaliknya kebaikan kita “ditulis di atas tanah” agar mudah terhapus dari ingatan kita. 3. Eling siapa diri kita untuk tujuan jangan sampai bersikap sombong atau takabur. Selalu mawas diri atau mulat sarira adalah cara untuk mengenali kelemahan dan kekurangan diri pribadi dan menahan diri untuk tidak menyerang kelemahan orang lain. Sebaliknya selalu berbuat yang menentramkan suasana terhadap sesama manusia. Selagi menghadapi situasi yang tidak mengenakkan hati, dihadapi dengan mulat laku satrianing tanah Jawi ; tidak benci jika dicaci, tidak tidak gila jika dipuji, teguh hati, dan sabar walaupun kehilangan. WASPADA 1. Waspada akan hal-hal yang bisa menjadi penyebab diri kita menjadi hina dan celaka. Hina dan celakanya manusia bukan tanpa sebab. Semua itu sebagai akibat dari sebab yang pernah manusia lakukan sendiri sebelumnya. Hukum sebab akibat ini disebut pula hukum karma. Manusia tidak akan luput dari hukum karma, dan hukum karma cepat atau lambat pasti akan berlangsung. Sikap waspada dimaksudkan untuk menghindari segala perbuatan negatif destruktif yang mengakibatkan kita mendapatkan balasannya menjadi hina, celaka dan menderita. Misalnya perbuatan menghina, mencelakai, merusak dan menganiaya terhadap sesama manusia, makhluk, maupun lingkungan alam. 2. Waspada, atas ucapan, sikap dan perbuatan kita yang kasat mata yang bisa mencelakai sesama manusia, makhluk lain, dan lingkungan alam. 3. Waspada terhadap apapun yang bisa menghambat kemuliaan hidup terutama mewaspadai diri sendiri dalam getaran-getaran halus. Meliputi solah perilaku badan dan bawa perilaku batin. Getaran nafsu negatif yang kasar maupun yang lembut. Mewaspadai apakah yang kita rasakan dan inginkan merupakan osiking sukma gejolak rahsa sejati yang suci ataukah osiking raga gejolak nafsu ragawi yang kotor dan negatif. Mewaspadai diri sendiri berati kita harus bertempur melawan kekuatan negatif dalam diri. Yang menebar aura buruk berupa nafsu untuk cari menangnya sendiri, butuhnya sendiri egois, benernya sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus mewaspadai diri pribadi dari nafsu mentang-mentang yang memiliki kecenderungan eksploitasi dan penindasan adigang, adigung, adiguna. Dan nafsu aji mumpung ing ngarsa mumpung kuasa, ing madya nggawe rekasa, tutwuri nyilakani. 4. Waspada dalam arti cermat membaca bahasa alam nggayuh kawicaksananing Gusti. Bahasa alam merupakan perlambang apa yang menjadi kehendak Tuhan. Bencana alam bagaikan perangkap ikan. Hanya ikan-ikan yang selalu eling dan waspada yang akan selamat. 5. Esensi dari sikap eling dan waspada adalah berfikir, berucap, bersikap, bertindak, berbuat dalam interaksi dengan sesama manusia, seluruh makhluk, dan lingkungan alam dengan sikap keluhuran budi, arif dan bijaksana. Mendasari semua itu dengan “agama universal” yakni cinta kasih sayang berlimpah. Menjalani kehidupan ini dengan kaidah-kaidah kebaikan seperti tersebut di atas, diperlukan untuk menghindari hukum karma hukum sebab-akibat yang buruk, dan sebaliknya mengoptimalkan “hukum karma” yang baik. Hukum karma, misalnya seperti terdapat dalam ungkapan peribahasa ; sing sapa nggawe bakal nganggo, siapa menanam akan mengetam, barang siapa menabur angin akan menuai badai. Dalam kondisi alam bergolak, hukum karma akan mudah terwujud dan menimpa siapapun. Kecuali orang-orang yang selalu eling dan waspada. Karena kebaikan-kebaikan yang pernah anda lakukan kepada sesama, kepada semua makhluk, dan lingkungan alam sekitar, akan menjadi PAGAR GAIB yang sejati bagi diri anda sendiri. Memang itulah eling lan waspada, eling marang Gusti lan waspada marang awake dhewe, ingat kepada Tuhan dimanapun kapanpun dan sedang apapun ketika tidur duduk berdiri lebih2 ketika sakaratul maut, waspada terhadap diri sendiri dari setan yg paling halus atau sombong juga setan yg paling kasar yaitu manusia yg kesetanan….semoga ini bisa membuat sedulur2 utk lebih bisa mulat sarira satunggal sari rasa tunggal Eling marang KESADARAN akan suara-Kehendak URIP yang selama ini selalu MENGGENDHONG Raga kita kemana-mana. Eling menowo kito kedah TETEKEN URIP ing samubarang tumindak. Waspada marang GODA RENCONO kehendak RAGA yang selalu penuh TIPU DOYO kang TANPO KENAL TUWUK lan SEMARAH anggene Nggayuh KEMELIKAN DONYA BRONO. Terkait dengan ini, kita juga harus senantiasa melatih diri kita agar hati kita terbuka, untuk mengenal lebih baik diri sejati kita, agar dapat menggunakan “hati nurani” kita, yang merupakan anugrah yang luar biasa dari Tuhan kepada manusia. Hati nurani inilah yang sering disebut sebagai Percikan Illahi, Guru Sejati, sumber segala ilmu dan informasi yang jauh lebih hebat dari intuisi dan otak yang terbaik sekalipun. Akhir kata, eling dan waspada keduanya dapat dicapai secara sempurna, hanya melalui proses pembelajaran dalam rangka mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Melalui latihan hati, memurnikan hati dengan membuang semua ego dan emosi negatif kita, yang menjadi kunci utama hubungan kita kepada Tuhan. Dan selalu berdoa kepada-Nya, sehingga kita dapat mengenal Diri Sejati kita, kita dapat menggunakan “hati nurani” kita yang merupakan Guru Sejati kita, yang akan memberi informasi terbaik bagi kita, yang jauh lebih hebat dari intuisi dan otak yang terbaik sekalipun. Suket godhong kayu watu bledheg cahya Kutu2 walang antaga Werjit cacing kang arupa gemremet Kang anak2 tanpa laki Kang gilig tanpa ngglintiri Kang manis tanpa nggulani Kabeh kang kumetip kang kesamadan dening Dzating Urip Dadya pangayomanku Sumber Kompasiana
100Kata-Kata Bijak Pitutur Bahasa Jawa "Adhang-adhang tètèsé embun" Artinya: Berharap datangnya sesuatu walau sedikit dan tak pasti "Adigang,adigung,adiguna" Artinya: Merasa paling kuat, merasa paling agung, merasa paling penting "Ajining diri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana"
Presiden Joko Widodo kembali menyoroti krisis yang menghantui dunia, dan meminta Indonesia untuk mewaspadai beberapa krisis yang saat ini terjadi secara global, dari krisis kesehatan karena pandemi Covid-19, hingga perekonomian dunia yang masih belum pulih. Kondisi ini semakin buruk dengan munculnya perang di Ukraina yang menyebabkan krisis pangan, energi, dan itu, Jokowi mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dalam segala hal. “Kita harus selalu eling lan waspodo, harus ingat dan waspada. Kita harus selalu cermat dalam bertindak, kita harus selalu hati-hati dalam melangkah,” kata Jokowi dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR RI dan Pidato Kenegaraan Presiden, Selasa 16/8.Mantan gubernur DKI Jakarta ini kemudian menegaskan bahwa lima agenda besar bangsa tidak boleh berhenti, meski sedang terjadi krisis global. Agenda tersebut adalah hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam, optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau, serta memperkuat perlindungan hukum, sosial, politik, dan ekonomi rakyat. Selain itu, mendukung UMKM agar naik kelas, dan menjaga keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara."Saya mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersatu padu, mendukung agenda besar bagi pencapaian Indonesia Maju. Dengan komitmen dan kerja keras, dengan inovasi dan kreativitas," tutur eling lan waspodo ini berasal dari petuah ajaran Jawa berupa norma agar memiliki moral baik. Melansir laman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DPAD Jogjakarta, petuah ini termasuk dalam trisila Kejawen yaitu ojo dumeh, eling, lan pertama, yakni ojo dumeh melarang penganutnya bersifat dumeh. Maksud dumeh adalah suatu keadaan kejiwaan yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu selagi ia berkuasa. “Sedangkan eling lan waspada berarti dalam segala perbuatan dan tindakan, harus selalu ingat dan waspada demi keselamatan,” tulis Center of Excellence di laman DPAD Jogjakarta. Di sisi lain, Jokowi menyebut bahwa Indonesia masuk ke dalam negara yang mampu menghadapi krisis multisektor global. Ada tiga indikator yang disebutkan Jokowi, pertama, Indonesia masuk dalam negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19. Ini ditunjukkan dari vaksinasi Covid-19 terbanyak di dunia, dengan jumlah 432 juta dosis vaksin yang sudah diterima rakyat inflasi Indonesia berhasil dipertahankan pada kisaran 4,9%. Angka ini jauh di bawah rata-rata inflasi ASEAN di angka 7%, serta angka inflasi negara maju. Kemudian ketiga, APBN berada pada posisi surplus Rp 106 triliun hingga pertengahan 2022. Pemerintah pun telah memberi subsidi BBM, LPG, dan listrik senilai Rp 502 triliun, agar harga BBM di masyarakat tidak melonjak pertumbuhan ekonomi yang menorehkan hasil positif 5,44% pada kuartal II 2022. Neraca perdagangan pun surplus selama 27 bulan berturut-turut. Bahkan, mencapai Rp 364 triliun pada paruh pertama 2022. “Capaian tersebut patut kita syukuri. Fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik di tengah perekonomian dunia yang sedang bergolak. Di satu sisi, kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati,” kata Jokowi.
Adalahsebagai penyeimbang, sehingga pada kondisi maupun situasi apapun manusia akan selamat”rahayu”, tidak mudah panik dalam setiap pemecahan masalah yang di hadapinya. Prinsip ini adalah bekal manusia. Aksara Jawa Eling Lan Waspada Mau artikel lebih lengkap dan banyak klik di sini. Ojo dumeh eling lan waspodo. Manusia menjadi “bisa merasa.”
– Ungkapan eling lan waspada’ sadar dan waspada bagi orang Jawa umumnya sudah menjadi kearifan yang disebarkan secara lisan pada pada banyak generasi. Kesadaran dalam budaya timur, tidak hanya di Jawa, biasa diyakini sebagai hal yang sangat penting dalam aktualisasi diri seseorang, dalam memaknai eksistensi diri, yakni diri yang bermanfaat dalam atau membaca ungkapan, ini umumnya orang Jawa akan teringat pada seorang tokoh pujangga dan konteks hidupnya yang membuat ungkapan ini bermakna tidak hanya pada masa dituliskan. Dalam serat kalatida, pujangga Kasunanan Surakarta Rangga Warsita yang saat muda bernama Bagoes Burhan 1802-1873 menulis Amenangi jaman edan, awuh aya ing pambudi. Melu edan nora tahan yen tan melu anglakoni, soya kaduman melik, kaliren wekasanipun. O ilallah, kersa Allah, begja-begjane kang lali, luwih begja kang eling lan mencoba terjemahkan dalam bahas Indonesia sebagai berikut;Mengalami jaman edan, sangat sulit untuk menegakkan akal budi. Ikut edan tidak tahan, tapi bila tidak ikut, hilang kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan materi, bisa berakhir dengan kemiskinan, terpinggir. Kembali pada Allah, seberuntung-beruntungnya mereka yang lupa diri, lebih beruntung mereka yang senantiasa sadar dan mudah bagi saya menemukan padanan kata edan’ di sini. Yang jelas, istilah edan’ ini menyatu sebagai idiom dengan kata jaman’; jaman edan, mengandung pengertian kondisi umum yang berbeda maknanya bila menyebut edan’ untuk pribadi. Karena tentang kondisi umum ini, ke-edan-an di sini berbeda dengan istilah kegilaan’ nya Foucoult, sebagai narasi peminggiran pada ekspresi pilihan individual yang dianggap nyeleneh karena berbeda dari perilaku yang dianggap normal dari tatanan sosial yang ada. Edannya pribadi belum tentu berpengaruh pada orang lain. Sementara yang disebut oleh Rangga Warsita adalah jaman edan, kondisi umum, yang sangat berpengaruh pada kehidupan Warsita menghubungkan jaman edan dengan melemahnya penggunaan atau hilangnya peran akal budi ewuh aya ing pambudi dalam penguasaan -sumber daya materi. Hilangnya penggunaan akal budi yang berlasung secara masif ini, membuat umumnya orang tidak berdaya, tak dapat berbuat lain kecuali perilaku memburu penguasaan sumber daya materi ini sedemikian masif sehingga orang tidak lagi mempertanyakan, melainkan menganggapnya sebagai kewajaran, tidak lagi peka pada relasi-relasi dalam kehidupan karena terpaku pada penguasaan materi orang menganggap ungkapan jaman edan’ ini mengacu jaman masa ketika Rangga Warsita hidup yang kala itu, di mana keraton tunduk pada pada kekuasaan kolonial Belanda dan diwarnai oleh gaya hidup foya-foya dan penuh intrik. Sebagaia orang lainnya menganggap jaman edan’ itu suatu masa yang akan datang. Tapi buat saya, jaman edan bisa kapan Warsita memberi alat pembacaan, yaitu ketika masyarakat secara masif sudah sulit menegakkan akal budi karena arus besar narasi yang membiasakan penghambaan pada penguasaan materi dengan cara apa pun. Tata krama, nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dan norma sebagai hasil usaha akal budi untuk menjagai tatanan hidup bersama, sudah hanyut oleh arus narasi besar kondisi umum yang disebut jaman edan ini, meski tindakan mengikuti arus narasi besar sulit dihindari, menurut Sang Pujangga adalah tindakan yang tidak beruntung, karena yang beruntung justru pada hal lain yang tidak terkait langsung dengan penguasaan materi; beruntung adalah ketika seseorang tidak dikuasai oleh keadaan di luarnya, melainkan mempertahankan kondisi mental yang eling lan waspada. Sadar pada tanggung jawab hidup yang disematkan oleh Allah dan mewaspadai kelemahan waktu lalu saya menulis tentang “Korstluiting dan Pengendalian diri”, saya merasa apa yang saya tulis ini masih terkait. Tidak harus langsung tentang tindakan berupa ujaran atau sikap, tetapi sangat mungkin seseorang mengalami kehilangan pengendalian diri dalam cara pikir – yang pada akhirnya berhubungan dengan situasi tidak dapat bersikap lain kecuali mengikuti dalam konteks saat ini, jaman edan bukan sesuatu yang berwujud perilaku berfoya-foya yang mesum secara rendahan atau murung karena intrik yang kasar, tetapi sesuatu yang halus dan bahkan terkesan elegan. Justru arus narasi besar yang halus’ ini membuat banyak orang kehilangan kediriannya karena masuk dalam arus yang menjadikannya obyek untuk menyokong pemilik kepentingan pengejar kekuasaan politik, ekonomi, gaya hidup konsumtif, bukankah dilakukan dengan halus dan elegan namun sangat membius? Meski halus dan terkesan elegan’, dampak edan pada perusakan lingkungan hidup maupun kesenjangan sosial saat ini tetap sama atau bahkan lebih merusak. Orang menggunakan akal budi dan berfikir kritis di tengah arus ini –sebagaimana ditulis Rangga Warsita — akan terlindas’ suaranya dianggap suara yang tak menarik dan pilihan sikap kritis akan memposisikannya sebagai yang terpinggirkan secara ekonomi maupun saat ini jual beli gelar atau jabatan, prilaku konsumtif dan pemujaan pada idola sampai pada tindakan tak masuk akal, pergunjingan yang bertransformasi menjadi beragam upaya framing pada pribadi, kelompok atau institusi dalam media sosial yang memutarbalikkan kebenaran untuk suatu kekuasaan atau orang banyak tidak lagi peka pada perilaku koruptif, banyak yang tidak berdaya untuk memprotesnya?Situasi ketika akal budi sulit ditegakkan, inilah jaman edan. Rasa bahasa jawa dalam kata edan’ ini sebagai penggedor kesadaran publik. Akal budi membutuhkan pemilik yang selalu sadar diri untuk mempertahankan kedaulatannya, yang dengan demikian ada cukup energi untuk mempertahankan pikiran kritis, sikap yang merdeka dan mengedepankan nilai-nilai kebaikan untuk hidup kembali menjadi urusan pendidikan, rupanya kematangan seseorang ditandai kemampuan menggapai hal-hal substansial. Sebaliknya ketidakmatangan dalam hal ini umumnya ditandai oleh orientasi, penghambaan yang bersangkutan pada hal-hal yang bersifat instrumental, atau sarana. Apakah dengan demikian untuk konteks saat ini jaman yang edan adalah kondisi sosial yang diwarnai gagal tumbuh kepribadian sehingga yang menjadi orientasi kebanyakan orang adalah hal-hal instrumental, sarana-sarana yang bersifat bila yang menjadi orientasi atau tujuan hidup adalah hal-hal subtansial, kedamaian, cinta, Tuhan, tentu tidak ada perebuatan penguasaan yang menghasilkan peminggiraan, kesenjangan, ketidakadilan dan juga hilangnya perdamaian. []